ADAPTASI SOSIAL TERHADAP REMAJA PENYANDANG TUNA RUNGU


ADAPTASI SOSIAL TERHADAP REMAJA PENYANDANG

 TUNA RUNGU

Karya Tulis

Diajukan untuk Memenuhi Profil Lulusan Siswa SMP Labschool Jakarta





Disusun Oleh :
Text Box: Nama                 : Najwa Alifia Purwanto


Kelas                 : VIII A 


No. Induk          : 6894



SMP LABSCHOOL JAKARTA 

BADAN PENGELOLA SEKOLAH

LABORATORIUM UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA 

2019




LEMBARPENGESAHAN


Karya Tulis Ilmiah yang diajukan oleh, 
Nama  : Najwa Alifia Purwanto
NISN   : 0056262469
Kelas   : VIII A
Judul   : Adaptasi Sosial Terhadap Remaja Penyandang Tunarungu

Telah melalui tahap pembimbingan serta berhasil dipresentasikandi hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai salah satu profil lulusan SMP Labschool Jakarta.
Jakarta, ………………………...      

                        Wali Kelas                                          Guru Pembimbing 



                 Drs. Dedi Hadi Rizki                            Siti Innayatu Sholiha, S.Pd.

                        Penguji I                                                   Penguji II



                    Wahyudi, S.Pd.                                         Sukarman, S.Pd. 

Mengetahui, 
Kepala SMP Labschool Jakarta 



Drs. Asdi Wiharto




KATA PENGANTAR 


Dengan menyebut nama Allah SWT. yang maha pengasih dan maha penyayang. Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya karya tulis ilmiah yang berjudul “Adaptasi Sosial terhadap Remaja Penyandang Tunarungu“ dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan karya tulis ini, untuk memenuhi syarat kelulusan dari SMP Labschool Jakarta dan upaya penulis dalam mengembangkan dan meningkatkan ilmu pengetahuan tentang materi yang sedang penulis pelajari.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.    Kepada Ibu Siti Innayatu Sholiha, S.Pd. selaku guru pembimbing karya tulis ini telah memberikan banyak bantuan, masukan, dan dukungan terkait dengan penyusunan karya tulis ilmiah ini.
2.    Kepada Bapak Drs. H. Dedi Hadi Rizki yang telah membimbing dan memberi dukungan untuk karya tulis ini.  
3.    Kepada Bapak Gilang Saputro, M.Hum. dan Bapak Wahyudi, S.Pd. selaku guru Bahasa Indonesia yang telah memberikan banyak informasi terkait konsep dan tata cara penulisan dalam karya tulis ini. 
4.    Kepada kedua orang tua yang sudah mendukung dan memberi supportdalam pembuatan karya tulis ini. 
5.    Kepada 8A yang selalu memberikan support dan semangat satu sama lain.
6.    Kepada teman - teman Elysian Ataraxia  atau biasa disebut angkatan 26 yang saling men-supportsatu sama lain.
Penulis menyadari bahwa karya kulis ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna dan perlu pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktifdemi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.
Penulis berharap semoga gagasan pada karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami sebagai penulis dan para pembaca pada umumnya.  

                     Jakarta, 21 Maret 2019



Najwa Alifia Purwanto 





















DAFTAR ISI

SAMPUL................................................................................................................... 

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................... i

KATA PENGANTAR............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 
                                      
         1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
                                      
         1.2. Perumusan Masalah ......................................................................................... 3

         1.3. Tujuan .............................................................................................................. 3

         1.4. Pembatasan Masalah ........................................................................................ 4

         1.5. Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 

         2.1. Apa yang Dimaksud dengan Tunarungu?......................................................... 5

        2.2. Apa saja Karakteristik Anak Tunarungu?................................................ 6

        2.3. Apa saja Klasifikasi Anak Tunarungu?........................................................... 13

        2.4. Bagaimana Penyesuaian Sosial terhadap Remaja Penyandang Tunarungu .... 17

        2.5. Apa Hubungan antara Penyesuaian Sosial dengan Remaja Tunarungu?......... 21

        2.6. Apa Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Remaja Tunarungu?............ 22

               2.6.1 Apa Hubungan antara Dukungan Sosial Berpengaruh pada Harga
                       Diri?........................................................................................................ 23

               2.6.2 Apa Hubungan antara Dukungan Sosial Berpengaruh pada 

                        Kepercayaan Diri?................................................................................... 24

BAB III PENUTUP............................................................................................................ 

         3.1. Kesimpulan........................................................................................................ 29

         3.2. Saran ............................................................................................................... 30

DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................................ 

LAMPIRAN ....................................................................................................................... 





























BAB I
PENDAHULUAN


                                 1.1       Latar Belakang 
                                                  Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Di masa ini, para remaja mengalami perkembangan dan pertumbuhan fisik maupun psikis. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang masa pertumbuhannya.
                                                  Perkembangan pada remaja diawali dengan masa pubertas (perkembangan fisik). Cole (monks, 2002 : 16) berpendapat bahwa perkembangan fisik merupakan dasar dari perkembangan aspek lain yang mencakup perkembangan psikis dan sosialis. Artinya jika perkembangan fisik berjalan secara baik dan lancar, maka perkembangan psikis dan sosial juga akan lancar. Selain itu perkembangan remaja juga meliputi perkembangan kognitif (proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf pada waktu manusia sedang berpikir) pada remaja dan perkembangan emosi 
                                                  Terdapat juga perkembangan psikis pada remaja yang mencakup perkembangan intelegensia(kemampuan untuk menyesuaikan diri secara metal terhadap situasi dan kondisi yang baru), emosi, moral, sosial, dan kepribadian. Perkembangan psikis itu sendiri memiliki tujuan, untuk pengenalan jati diri, mulai pandai mengenali orang-orang disekitarnya, dan akan terbiasa melakukan tanggung jawab besar dalam kehidupan sehari-hari. Di masa ini, banyak sekali kegiatan yang dilakukan oleh para remaja, seperti berorganisasi, membuat acara amal, dan melakukan acara-acara sosial.
                                                  Salah satu yang dapat melakukan kegiatan tersebut dengan ketidaksempurnaan adalah remaja penyandang tunarungu. Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan dalam mendengar, baik sebagian atau seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupan secara kompleks. Pernyataan tersebut kurang lebih berarti bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukan kesulitan dalam mendengar yang dapat digolongkan kebeberapa bagian. 
                                                  Pada kehidupan sehari-hari, anak penyandang tunarungu juga melakukan interaksi sosial. Menurut Yuhan (2013) ada beberapa faktor yang mempengaruhi interaksi sosial pada anak penyandang tunarungu, yaitu bahasa dan kemampuan berbicara, familiaritas, tingkat pendengaran yang sama dengan teman sebaya, dan model komunikasi. Berinteraksi dengan anak penyandang tunarungu bisa dengan interaksi verbal dilihat dengan komunikasi lisan, interaksi fisik dilihat dari bahasa tubuh, interaksi emosional dilihat berdasarkan curahan perasaan, dan bisa juga menggunakan bahasa isyarat. 


                                                  Dalam karya tulis ini penulis akan meneliti mengenai penyesuaian sosial terhadap remaja penyandang tunarungu dan penulis akan mengungkap bagaimana tanggapan masyarakat atau lingkungan sosial terhadap remaja penyandang tunarungu. 

                                      1.2       Perumusan Masalah
                                                  Dalam karya tulis ini, penulis akan menjawab dan menjelaskan berbagai pertanyaan, yaitu :
                                                  1. Apa yang dimaksud dengan tunarungu?
                                                  2. Apa saja karakteristik anak tunarungu?
                                                  3. Apa saja klasifikasi anak tunarungu?
                                                  4. Bagaimana penyesuaian sosial remaja penyandang tunarungu?
                                                  5. Apa hubungan antara penyesuaian sosial dengan remaja tunarungu?
            6. Apa hubungan antara dukungan sosial dengan remaja tunarungu?

                                      1.3       Tujuan Penulisan 
                                                  Tujuan penulisan karya tulis adalah sebagai berikut :
                                                  1. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai apa yang sebenarnya                  dimaksud dengan tunarungu 
2. Memberikan informasi mengenai penyesuaian sosial terhadap remaja                                 penyandang tunarungu
                                                  3. Sebagai salah satu profil lulusan siswa SMP Labschool Jakarta.



1.4       Pembatasan Masalah 
                                                  Pada karya tulis ini, masalah yang akan dibahas akan penulis batasi pada satu topik yaitu, Bagaimana penyesuaian sosial remaja penyandang tunarungu.

                                      1.5       Teknik Pengumpulan Data 
                                                  Teknik penelitian yang digunakan di dalam karya tulis ini adalah studi pustaka. Teknik yang digunakan adalah wawancara, mencari informasi dari buku dan internet. Sebagian besar materi yang terdapat di dalam karya tulis ini diambil dari internet. 




BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Pengertian Tunarungu
         Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak ada satu pun manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali. Walaupun sangat sedikit, masih ada sisa-sisa pendengaran yang masih bisa dioptimalkan pada anak tunarungu tersebut. Berkenaan dengan tunarungu, terutama pengertian tunarungu terdapat beberapa pengertian sesuai dengan pandangan dan kepentingan masing-masing. 
Menurut Mohammad Efendi (2006 : 57) bahwa anak berkelainan pendengaran atau tunarungu merupakan anak yang mengalami kerusakan atau gangguan pada satu atau lebih organ telinga bagian luar, organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam yang disebabkan oleh beberapa hal, sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana mestinya. Tin Suharmini (2009 : 35) mengemukakan bahwa tunarungu adalah keadaan dimana seorang individu yang mengalami kerusakan pada indera pendengaran sehingga berdampak tidak bisa menangkap berbagai rangsangan suara atau rangsangan lain melalui indera pendengaran. 
Menurut KBBI, tunarungu adalah istilah lain dari tuli yaitu tidak dapat mendengar karena rusak pendengaran. Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna”


dan “rungu”, tuna artinya kurang atau tidak memiliki dan rungu artinya pendengaran. Orang yang dikatakan tunarungu apabila tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Apabila dilihat dari segi fisik, anak tunarungu tidak berbeda dengan anak yang bisa mendengar pada umumnya. Namun pada saat berkomunikasi barulah diketahui bahwa anak tersebut mengalami tunarungu. 
Beberapa pengertian dan definisi tunarungu di atas merupakan definisi yang termasuk kompleks atau saling berhubungan, sehingga dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang memiliki gangguan dalam pendengarannya, baik secara keseluruhan ataupun masih memiliki sisa pendengaran. Anak tunarungu membutuhkan alat bantu dengar untuk memudahkan dalam berkomunikasi, berinteraksi, dan berkarya. Meskipun anak tunarungu sudah diberi alat bantu dengar, tetap saja anak tunarungu masih memerlukan waktu yang lumayan lama untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. 


2.2     Karakteristik Anak Tunarungu
          Dalam kamus lengkap psikologi karya Chaplin, karakteristik merupakan suatu sifat yang khas dan melekat pada seseorang atau suatu objek. Pengertian singkatnya adalah sifat yang khas dari sesuatu. Secara visual keadaan anak tunarungu sama seperti anak normal pada umumnya dan tidak ada perbedaan di dalam segi fisik. Apabila dilihat dari beberapa karakteristik terdapat perbedaan. Menurut Uden dan Meadow, Bunawan, dan Yuwati dalam Haenudin (2013 : 68) mengemukakan beberapa karakteristik atau sifat yang sering ditemukan pada anak tunarungu yaitu :
1) Sifat egosentrisyang lebih besar daripada anak normal pada umunya. Sifat ini membuat mereka sulit menempatkan diri dengan cara bepikir dan memahami perasaan orang lain, serta kurang menyadari atau peduli tentang efek perilakunya terhadap orang lain.
2) Memiliki sıfat impulsif, yaitu tindakannya tidak didasarkan pada perencanaan yang hati-hati dan jelas, sehingga tidak mengantisipasi akibat yang mungkin timbul dari perbuatannya. 
3) Sifat kaku (rigidity), menunjuk pada sikap kurang luwes dalam memandang dunia dan tugas-tugas dalam kesehariannya. 
4) Sifat mudah marah dan tersinggung.
5) Perasaan ragu-ragu dan khawatir seiring dengan   pengamatan yang di- alaminya secara terus-menerus serta keinginan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar sebagai upayanya untuk dapat tetap survive.
Sardjono dalam Supini (2009 : 14) mengemukakan bahwa karakteristik yang paling cocok dari anak tunarungu yaitu terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara, mereka juga terbatas pada kosakata dan pengertian kata-kata yang abstrak. Karakteristik yang menonjol menurut para ahli adalah penguasaan kosakata anak tunarungu yang kurang sebagai akibat dari kurangnya pendengaran (ketunaan) dan terhambat dalam perkembangan bahasa anak, sehingga berdampak pada kehidupan sehari-hari anak dan penyesuaian sosialnya. Baik di lingkungan masyarakat maupun di sekolah. 
Terdapat beberapa dampak dari ketunarunguan yang berasal dari beberapa pandangan. Anak tunarungu memiliki karakteristik yang khas. Pada umumnya, dampak dari ketunarunguan adalah terlambatnya perkembangan keterampilan komunikasi, keterbatasan bahasa menyebabkan masalah dalam belajar, kesulitan berkomunikasi cenderung mengarah kepada terisolasi dan rendahnya konsep diri, serta berdampak terhadap kesempatan peluang kerja. Menurut Haenudin (2013 : 66 - 69), karakteristik anak tunarungu dapat dilihat dari segi intelegensi, bahasa dan bicara, serta emosi dan sosial. 

            1)  Karakteristik dalam Segi Intelegensi
          Intelegensianak tunarungu tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya yaitu tinggi, rata-rata, dan rendah. Pada umumnya anak tunarungu memiliki intelegensinormal atau rata-rata, karena kesulitan dalam memahami bahasa. Prestasi anak tunarungu seringkali lebih rendah daripada anak normal karena dipengaruhi oleh kekurangan kemampuannya dalam mengerti pelajaran yang diverbalkan dan mengalami keterbatasan dalam pendengarannya. Namun untuk pelajaran yang tidak diverbalkan, anak tunarungu memiliki kemampuan yang sama cepatnya seperti anak normal pada umumnya.
Namun prestasi anak tunarungu yang rendah bukan disebabkan karena intelegensinya yang rendah, tetapi karena intelegensianak tunarungu yang tidak dapat memaksimalkan intelegensiyang dimiliki dan tidak mendapatkan kesempatan untuk mengembangnya secara optimal akibat ketunarunguan yang dialaminya. Aspek intelegensiyang bersumber pada verba seringkali lebih rendah, namun aspek intelegensiyang bersumber pada penglihatan (visual) dan motorik akan berkembang lebih cepat. Sehingga itu yang menyebabkan prestasi anak tunarungu lebih rendah dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. 

          2)  Karakteristik dari Segi Bahasa dan Bicara
          Kemampuan anak tunarungu berbeda dengan anak normal pada umumnya. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar, maka mereka mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Selain itu, anak tunarungu berbeda dengan anak yang bisa mendengar yang dapat meniru segala jenis bahasa dari berbagai segi, bisa visual dan audio. Anak tunarungu hanya dapat melakukan peniruan yang sifatnya visual saja. Bahasa merupakan alat dan sarana utama dalam berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dari membaca, menulis, dan berbicara. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan lingkungan berbahasa intensifdalam meningkatkan kemampuan berbahasanya. 
Kemampuan berbicara anak tunarungu dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh anak tunarungu. Semakin banyak bahasa yang dimiliki remaja tunarungu semakin mudah remaja tunarungu dalam berkomunikasi.  Kemampuan dalam berbicara pada anak tunarungu bisa berkembang dengan sendirinya namun memerlukan upaya terus-menerus serta latihan dan bimbingan secara profesional. Dengan cara yang demikianpun masih banyak dari mereka yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik dari suara, irama, dan tekanan suara terdengar monoton berbeda dengan anak normal. 
Suparno (2001 : 14) mengemukakan bahwa karakteristik dari segi bahasa dan bicara adalah sebagai berikut :

        1.Miskin kosa kata 
        2.Mengalami kesulitan dalam mengerti ungkapan bahasa yang mengandung        arti kiasan dan kata-kata abstrak. 
        3.Kurang menguasai irama dan gaya bahasa 
        4.Sulit memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kalimat-kalimat yang panjang serta bentuk kiasan 

            3)  Karakteristik dari Segi Emosi dan Sosial
          Ketunarunguan dapat menyebabkan keterasingan dengan lingkungan. Keterasingan tersebut dapat menimbulkan beberapa efek negatif seperti : egosentrismeyang melebihi anak normal, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, perhatian mereka lebih sukar dialihkan, umumnya memiliki sıfat yang polos dan tanpa banyak masalah, serta lebih mudah marah dan cepat tersinggung. Bisa disimpulkan bahwa dilihat dari karakteristik segi emosi dan sosial anak penyandang tunarungu sama seperti anak-anak pada umumnya. 

     A. Egosentrisme yang Melebihi Anak Normal 
          Egosentrismeadalah menjadikan diri sendiri sebagai pusat pemikiran atau bisa dikatakan ia tidak mampu untuk melihat dari perspektif(sudut pandang) orang lain. Egosentrismepada anak tunarungu disebabkan oleh anak tunarungu memiliki dunia yang kecil akibat dari interaksi dengan lingkungan sekitar yang kurang dan sempit. Karena mengalami gangguan dalam pendengaran, anak tunarungu hanya bisa melihat dunia sekitar sesuai dengan pengelihatannya saja. Karena anak tunarungu mempelajari sekitarnya dengan menggunakan penglihatan, maka akan timbul sifat ingin tahu yang besar dan hal itu semakin membesarkan egosentrismenya.

     B. Mempunyai Perasaan Takut akan Lingkungan yang Lebih Luas 
          Karena mengalami ganggguan dalam pendengaran dan hanya bisa melihat dunia sekitar sesuai dengan pengelihatannya saja, maka faktor inilah yang menyebabkan anak penyandang tunarungu mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang lebih luas. Perasaan takut yang menghinggapi anak penyandang tunarungu seringkali disebabkan oleh kurangnya penguasaan terhadap lingkungan yang berhubungan dengan kemampuan berbahasanya yang rendah dan penyesuaian lingkungan sekitar terhadap anak penyandang tunarungu yang kurang. Perasaan takut ini juga bisa dikarenakan anak tunarungu tidak mampu menyatukan dan menguasai situasi dengan baik.

     C. Ketergantungan Terhadap Orang Lain
                      Sikap ketergantungan terhadap orang lain atau terhadap apa yang sudah dikenalnya dengan baik merupakan gambaran bahwa mereka mudah putus asa dan selalu mencari bantuan serta bersandar pada orang lain. Hal ini juga disebabkan karena anak penyandang tunarungu memiliki gangguan dalam pendengarannya yang menyebabkan memiliki ketergantungan pada orang lain yang cenderung lebih tinggi. Ketergantungan pada orang lain terhadap anak tunarungu juga dapat membantu anak tunarungu dalam menyampaikan apa yang diinginkannya sehingga keinginannya dapat tersampaikan dengan baik. 
     D. Perhatian Mereka Lebih Sukar Dialihkan
          Sedikitnya kemampuan dalam berbahasa pada anak tunarungu menyebabkan sempitnya alam fikirannya. Alam fikirnya selamanya akan terpaku pada hal-hal yang konkret(berwujud, dapat dilihat, dan diraba). Karena terdapat keterbatasan dalam berbahasa, anak tunarungu jika sudah berkonsentrasi pada suatu hal, maka fikiran anak tunarungu akan sulit dialihkan ke hal-hal yang belum dimengerti atau yang belum dialaminya. Hal ini juga berkaitan dengan ketergantungan kepada orang lain, yang dapat membantu anak tunarungu dalam mengenalkan kata-kata yang baru. Dalam hal ini, anak tunarungu lebih miskin akan fantasi. 

     E. Umumnya Memiliki Sifat yang Polos, Sederhana, dan Tanpa Banyak Masalah
           Karena memiliki kekurangan dalam pendengaran, anak tunarungu tidak bisa mengekspresikan perasaannya dengan baik, dan bahkan ada yang tidak tersampaikan. Biasanya anak tunarungu akan jujur dan apa adanya dalam mengungkapkan perasaannya. Perasaan anak tunarungu biasanya dalam keadaan ekstrimtanpa banyak suasana. Akan tetapi, mereka juga memiliki masalah. Masalah yang biasanya dialami anak tunarungu adalah masalah komunikasi, pribadi, kesulitan belajar, penggunaan waktu luang, dan pembinaan keterampilan dan pekerjaan. Hal ini juga yang mengakibatkan sifatnya yang polos dan sederhana.

    F. Lebih Mudah Marah dan Cepat Tersinggung 
           Karena banyak merasakan kekecewaan akibat tidak bisa dengan mudah mengekspresikan perasaannya, anak tunarungu akan mengungkapkannya dengan kemarahan. Semakin luas dan banyak bahasa yang mereka ketahui semakin mudah mereka mengerti perkataan orang lain, namun semakin sempit bahasa yang mereka ketahui akan semakin sulit untuk mengerti perkataan orang lain sehingga anak tunarungu mengungkapkannya dengan kejengkelan dan kemarahan. Hal ini merupakan hal yang lumrah dilakukan oleh anak tunarungu, karena hanya dengan hal ini mereka bisa mengekspresikan perasaanya. 
            Berdasarkan karakteristik anak tunarungu dari beberapa aspek yang sudah dibahas diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagai dampak dari ketunarunguan tersebut hal yang menjadi perhatian adalah kesulitan dalam berkomunikasi, dan kemampuan berkomunikasi anak tunarungu yang rendah. Anak tunarungu membutuhkan metode yang dapat menampilkan kekonkretansesuai dengan apa yang sudah dialaminya. Metode pembelajarannya haruslah yang kaya akan bahasa konkretdan tidak membiarkan anak untuk berfantasi mengenai hal-hal yang belum diketahuinya. 


2.3     Klasifikasi Anak Tunarungu 
          Pada umumnya golongan anak tunarungu dibedakan menjadi 2 golongan besar, yaitu tuli dan kurang dengar. Tuli merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat mendengarkan suara secara sebagian atau penuh pada salah satu atau kedua telinga. Faktor yang menyebabkan ketulian adalah kotoran telinga berlebih, dan penuaan serta paparan kronis pada suara yang nyaring. Sedangkan kurang dengar adalah anak yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing aids). 
            Tunarungu dapat diklasifikasikan berdasarkan empat hal, yaitu tingkat kehilangan pendengaran, saat terjadinya ketunarunguan, letak gangguan pendengaran secara anatomisserta etimologi. Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu dapat diklasifikasikan dari 0 dB – 91 dB ke atas. Setiap tingkatan kehilangan pendengaran mempunyai pada kemampuan mendengar suara atau bunyi yang berbeda-beda, sehingga mempengaruhi kemampuan komunikasi anak tunarungu. Terutama pada kemampuan anak berbicara dengan artikulasi yang tepat dan jelas. 

                 A. Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes                  dengan menggunakan audiometer, ketunarunguan dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 
1)    Tunarungu ringan (Mild Hearing Loss) : siswa yang tergolong tunarungu ringan mengalami kehilangan pendengaran antara 27 – 40 dB. Ia sulit mendengar suara yang jauh membutuhkan tempat duduk yang letaknya strategis. 
2)    Tunarungu sedang (Moderate Hearing Loss) : siswa yang tergolong tunarungu sedang mengalami kehilangan pendengaran antara 41 – 55 dB. ia dapat mengerti percakapan dari jarak 3 – 5 feetsecara berhadapan (face to face), tetapi tidak dapat mengikuti diskusi kelas. Ia membutuhkan alat bantu dengar serta terapi bicara. 
3)    Tunarungu agak berat (Moderatly Severe Hearing Loss) : siswa yang tergolong tunarungu agak berat mengalami kehilangan pendengaran antara 56 – 70 dB. Ia hanya dapat mendengar suara dari jarak dekat, sehingga ia perlu menggunakan hearing aids. Kepada anak tersebut perlu diberikan latihan pendengaran serta latihan untuk mengembangkan kemampuan bicara dan bahasanya. 
4)    Tunarungu berat (Severe Hearing Loss) : siswa yang tergolong tunarungu berat mengalami kehilangan pendengaran antara 71 – 90 dB. Sehingga ia hanya dapat mendengarkan suara-suara yang keras dari jarak dekat. Siswa tersebut membutuhkan pendidikan khusus secara intensif, alat bantu dengar, serta latihan untuk mengembangkan kemampuan bicara dan bahasanya. 
5)    Tunarungu berat sekali (Profound Hearing Loss) : Siswa yang tergolong tunarungu berat sekali mengalami kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB. Mungkin ia masih mendengar suara yang keras, tetapi ia lebih menyadari suara melalui getarannya (vibrations) dari pada melalui pola suara. Ia juga lebih mengandalkan penglihatannya dari pada pendengarannya dalam berkomunikasi, yaitu melalui penggunaan bahasa isyarat dan membaca mulut (ujaran). 



                B. Berdasarkan   saat   terjadinya,   ketunarungan   dapat   diklasifikasikan   sebagai  berikut:
1)    Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan berbahasa dan berbicara
2)    Ketunarunguan pasca bahasa (post lingual deafness), yaitu kehilangan pendengaran yang terjadi sesudah kemapuan berbahasa dan berbicara 

                  C. Berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis, ketunarunguan  dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 
1)    Tunarungu tipe konduktif, yaitu kehilangan pendengaran yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga bagian luar dan tengah yang berfungsi sebagai alat konduksi atau penghantar getaran suara menuju telinga bagian dalam. 
2)    Tunarungu tipe sensorineurall, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada telinga dalam serta syaraf pendengaran (Nervus Chochlearis). 
3)    Tunarungu tipe campuran yang merupakan gabungan tipe konduktifdan sensorineural, artinya kerusakan terjadi pada telinga bagian luar dan tengah dengan telinga dalam atau kerusakan pada telinga dalam serta syaraf pendengarnya. 



     D. Berdasarkan etimologiatau asal usulnya ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut : 
1)    Tunarunguendogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor genetik (keturunan). 
2)   Tunarungu eksogen, yaitu tunarungu yang disebabkan oleh faktor nongenetik (bukan keturunan). 


2.4 Penyesuaian Sosial Remaja Penyandang Tunarungu 
                   Kehilangan pendengaran akan menyebabkan miskinnya kebahasaan yang diketahui oleh remaja penyandang tunarungu sehingga akan menghambat komunikasi individu difabelsecara nyata. Menurut Wasita (2012) bahwa akibatnya individu ini akan kesulitan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya, terutama dalam hal menyesuaikan diri dengan kondisi yang belum lazim dialaminya. Somantri (2006) mengungkapkan bahwa hubungan sosial sendiri banyak ditentukan oleh komunikasi antara orang satu dengan orang lain. Bagi anak tunarungu kemiskian bahasa membuat ia tidak mampu terlihat secara baik dalam situasi sosialnya. 
                  Pada perkembangan sosialnya, umumnya remaja penyandang tunarungu memiliki masalah pada penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial merupakan penyesuaian yang dilakukan individu terhadap lingkungan di luar individu, seperti lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat. Wujud dari keberhasilan penyesuaian sosial ini antara lain, kemampuan individu dalam menjalin komunikasi dengan orang lain, menyelaraskan antara tuntutan dirinya dengan tuntutan lingkungan, memenuhi aturan kelompok masyarakat, dan mampu menciptakan suatu relasi yang sehat dengan orang lain. 
                  Rahmawati (2010) mengungkapkan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh tunarungu diakibatkan karena adanya keterbatasan yaitu terkait dengan proses komunikasi dan sosialisasinya. Permasalahan tersebut disebabkan karena individu dengan keterbatasan pendengaran telah kehilangan salah satu media yang sangat penting untuk mengembangkan kemampuan berbicara dan berbahasa (Somad, 1995). Bicara dan bahasa merupakan alat komunikasi. Komunikasi sendiri merupakan  proses encoding  (mengirim pesan dalam bentuk yang dipahami) dan deconding (menerima dan memahami pesan). 
                  Sistem komunikasi dapat dilakukan untuk pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sehari-hari. Sistem komunikasi sebagai alat pendidikan digunakan remaja tunarungu dalam pergaulan dengan lingkungannya menggunakan sistem komunikasi lisan, tulisan, dan banyak menggunakan isyarat atau tanda-tanda lain yang dapat memperjelas makna komunikasinya. Sebagai akibat dari gangguan pendengaran maka pendengaran akan sulit atau kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Akibatnya, ketajaman pendengaran pun berkurang sehingga persepsiauditorisnya kurang berkembang dan mengalami gangguan komunikasi verbal (Sadjaa,2005). 
                  Penyesuaian sosial bagi penyandang tunarungu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Indera pendengaran merupakan indera yang cukup vital, terutama bagi anak-anak dalam memperoleh informasi untuk mengenal lingkungan sekitarnya. Hal ini yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan, proses belajar, dan adaptasi mereka. Baik pada diri sendiri maupun dengan lingkungan sosialnya. Dampak ketunarunguan sangat menyulitkan anak untuk bisa mengembangkan potensinya dan belajar secara optimal. Perlu adanya bimbingan secara intensifserta dukungan emosional dan penerimaan yang lebih besar terutama di lingkungan masyarakat.
      Penyesuaian diri remaja di lingkungan masyarakat tergantung dari keberhasilan penyesuaian dirinya dalam lingkungan keluarga, teman sebaya, sekolah, boleh jadi disebabkan karena ketidakstabilan emosional dalam remaja itu. Terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penerimaan diri, faktor yang mempengaruhi adalah keinginan individu untuk menerima dirinya, tidak adanya gangguan emosional yang berat, dan tidak adanya hambatan di dalam lingkungan. Kegagalan dalam penyesuaian diri dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor pengalaman terdahulu yang pernah dialami oleh remaja penyandang tunarungu. 
                   Hampir sebagian besar penyesuaian sosial pada remaja penyandang tunarungu mengalami hambatan dalam hubungan sosialnya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan dari mereka merasa kurang percaya diri pada saat berada di lingkungan sosialnya, baik di lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah. Mereka takut tidak diterima di lingkungannya karena mereka kurang bisa berkomunikasi dengan lancar dengan teman sebayanya. Remaja penyandang tunarungu dapat menyesuaikan diri dengan baik apabila mereka mendapat motivasi dan bimbingan dari orang tuanya. 
                   Pola pengasuhan yang dibutuhkan anak penyandang tunarungu adalah, penerimaan orang tua, dukungan orang tua, komunikasi orang tua dan anak, relasi orang tua dan anak, dan harapan orang tua, dari pola pengasuhan yang baik dan adil dari orang tua mereka maka anak tersebut akan lebih percaya diri. Sedangkan remaja tunarungu yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan baik, dikarenakan mereka kurang mendapat bimbingan dan motivasi dari orang tua. Maka disarankan bagi orang tua anak penyandang tunarungu untuk lebih memaksimalkan kemampuan anak tunarungu, yaitu dengan menerima kondisi anak dan menghadapi anak dengan lebih sabar. 
                   Hasil penelitian ini berasal dari wawancara penulis dengan masyarakat sekitar Sekolah Luar Biasa (SLB), Bu Indah menyatakan bahwa lingkungan sekitar dapat menerima dan menyesuaikan dengan keterbatasan anak tunarungu, serta keterbatasan anak-anak tunarungu bukanlah suatu masalah yang besar di lingkungan sekitar SLB. Pak Suwardi (satpam kompleks) menyatakan bahwa lingkungan sekitar dapat menerima dengan baik anak-anak penyandang tunarungu. Beliau sering dimintai anak-anak tunarungu memesankan ojek online saat pulang sekolah. Cara berkomunikasi dengan anak-anak tunarungu biasanya dengan menggunakan bahasa isyarat, dan keterbatasan anak-anak tunarungu bukanlah suatu masalah besar di lingkungan sekitar. 
       Berdasarkan kunjungan penulis ke Sekolah Luar Biasa (SLB) B & C Karya Guna, Bu Rini (guru SLB) menyatakan bahwa anak tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat, tubuh, tatap muka, dan membaca gerak bibir orang yang berbicara kepadanya. Kekurangan anak tunarungu tersebut tidak menghambat hubungan sosial dengan sesama anak tunarungu sama seperti hubungan sosial anak normal pada umunya. Dalam proses belajar mengajar ada beberapa kendela. Karena mereka hanya bisa fokus dengan hal yang bersifat visual. Cara pengajarannya menggunakan metode seperti seorang ibu mengajarkan kepada anaknya, mereka belajar dengan menggunakan bahasa isyarat. 
2.5 Hubungan antara Penyesuaian Sosial dengan Remaja Tunarungu
                   Anak tunarungu juga memiliki tugas perkembangan yang sama dengan manusia normal pada umumnya, yaitu melakukan penyesuaian diri dan sosial. Penyesuaian sosial bagi remaja penyandang tunarungu dalam kehidupannya adalah semata – mata untuk menyesuaiakan diri agar dapat meningkatkan harga dirinya, serta mendapat dorongan dari orang lain atau lingkungannya. Apabila remaja penyandang tunarungu tidak mampu melakukan penyesuaian sosial dengan baik maka akan mengalami hambatan atau konflik dalam setiap langkahnya dalam berhubungan dengan orang lain, dan kurang mampu menyesuaikan dirinya. 
                   Penyesuaian sosial remaja penyandang tunarungu sendiri memiliki manfaat untuk individu tunarungu tersebut. Dengan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya maka kemampuan untuk berbahasa juga semakin meningkat. Dari menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial tersebut banyak bahasa yang dapat dipelajari oleh remaja tunarungu. Selain itu, penyesuaian sosial juga bermanfaat untuk memperluas pertemanan sehingga individu tunarungu dapat meminimalkan rasa kurang percaya diri dan rendah diri terhadap lingkungan sekitar. Dengan menyesuaikan diri individu tunarungu semakin mudah untuk diterima oleh lingkungan sekitar. 
       Walaupun penyesuaian sosial bagi penyandang tunarungu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, tetapi penyesuaian sosial ini yang menyebabkan remaja penyandang tunarungu dapat beradaptasi. Terbukti saat ini banyak terdapat kafe  yang mempekerjakan pegawai tunarungu. Salah satu kafenya adalah kafe deaf fingertalk yang didirikan oleh Dissa Syakina Ahdanisa, perempuan yang berlatar belakang pendidikan akuntansi di Australia. Bahwa sesungguhnya dengan menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial dapat membantu individu tunarungu untuk berinteraksi dengan lingkungannya.
                             
  Gambar 2.1 
Kafe deaf fingertalk yang didirikan oleh Dissa Syakina Ahdanisa

                   Hasil penelitian ini berasal dari lingkungan sekitar Sekolah Luar Biasa (SLB).
Bu Indah menyatakan bahwa anak-anak penyandang tunarungu bukanlah masalah kecacatan, hanya keterbatasan yang dimiliki oleh anak tersebut dan anak-anak tunarungu juga bisa seperti anak normal pada umumnya serta anak-anak penyandang tunarungu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Pak Suwardi menyatakan bahwa anak-anak tunarungu bersikap baik kepada lingkungan sekitar dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. 


2.6  Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Remaja Tunarungu 
       Anak tunarungu sudah seharusnya dapat beradaptasi menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial agar bisa diterima dalam lingkungan masyarakat. Ketunarunguan menjadi sebab masalah tersendiri dari keterbatasan yang dimilikinya terkait dengan hubungan sosial pada lingkungan sekitar. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan dukungan sosial bagi anak tunarungu. Terutama dukungan dari orang tua dan orang-orang di sekitarnya yang mampu memberikan dukungan kepada remaja penyandang tunarungu. Dukungan sosial tersebut berpengaruh untuk kepercayaan diri dan harga diri untuk remaja penyandang tunarungu. 

2.6.1 Dukungan Sosial Berpengaruh untuk Harga Diri 
         Masih banyak masyarakat yang tidak bisa menerima keadaan tunarungu. Karena memiliki kekurangan pendengaran seringkali ejekan dan cemoohan dilontarkan, sedangkan respon yang muncul dari tunarungu pasif adalah tidak mengerti apa yang dibicarakan. Hal itu membuat perasaan rendah diri bagi penderita tunarungu, karena lebih sering pasif dan memilih menjadi penonton atas kegiatan yang dilakukan oleh orang lain. Demikian pula masyarakat memiliki pandangan tunarungu hanya menjadi orang yang tidak mempunyai potensi, manusia tidak beruntung, dan menimbulkan rasa malu bagi diri mereka sendiri maupun keluarga.
       Selain itu, masih kurangnya penghargaan bagi tunarungu, padahal saat ini perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia banyak disosialisasikan dalam masyarakat. Perlakuan yang diterima tunarungu dari masyarakat menjadikan mereka bisa mengetahui siapa dirinya dan bagaimana lingkungan telah membentuk dirinya. Anggapan ini menjadikan tunarungu merasa kurang mendapatkan pengakuan, rasa hormat, kepedulian dari orang lain, dan tidak mampu melakukan berbagai macam tugas dengan baik. Hal ini yang menyebabkan remaja penyandang tunarungu memiliki penghargaan diri yang rendah. 
       Lee (11) menjelaskan manfaat harga diri yang tinggi yaitu dapat memberikan rasa aman, percaya diri, dan dapat membuat seseorang mencapai hal-hal yang positif. Sebaliknya, orang yang menilai diri secara negatif terhadap dirinya, menjadi tidak percaya diri ketika mengerjakan sesuatu. Mruk (12) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri antara lain dukungan orang tua, kehangatan keluarga, harapan dan konsentensi orang tua. Dukungan dari orang tua merupakan faktor yang paling berpengaruh pada harga diri remaja penyandang tunarungu. Jadi dukungan orang tua sangatlah diperlukan bagi remaja tunarungu untuk membentuk harga dirinya yang positif. 
       Berdasarkan kunjungan penulis ke Sekolah Luar Biasa (SLB) B & C Karya Guna, Bu Rini menyatakan bahwa alat bantu dengar (hearing aids) penting untuk membantu anak tunarungu memanfaatkan sisa pendengaran mereka dengan menggunakan wicaranya dan isyaratnya serta dapat meningkatkan harga diri anak tunarungu tersebut. Dengan menggunakan hearing aids dapat menambah kemampuan dalam berbicara kepada orang lain. 

 2.6.2 Dukungan Sosial Berpengaruh untuk Kepercayaan Diri
          Selain berpengaruh untuk harga diri, dukungan sosial juga berpengaruh untuk kepercayaan diri pada remaja penyandang tunarungu. Tingkat kepercayaan diri remaja tunarungu cenderung berada pada taraf yang sangat tinggi. Tingginya kepercayaan diri ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor utama yang berpengaruh yaitu adanya dukungan dari orang tua secara penuh sehingga kepercayaan diri remaja tunarungu juga meningkat. Hakim (2005 : 26), Lindenfield (1997 : 14), dan Davies (2004 : 19) menyatakan bahwa dukungan yang menjadi faktor utama dalam membantu individu sembuh dari pukulan terhadap rasa percaya diri yang disebabkan oleh trauma, luka, dan kekecewaan. 
                     Santrock (2003 : 339) menyatakan bahwa remaja penyandang tunarungu    selalu mendapat dukungan emosional dari orang lain pada saat individu tersebut mendapat kesusahan dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada individu karena individu merasa disayangi, diperhatikan, dan dihargai oleh orang lain sehingga individu merasa dirinya berharga. Dari pendapat tersebut dapat diketahui pula bahwa dukungan emosional merupakan bagian dari dukungan sosial. Remaja penyandang tunarungu yang memiliki kepercayaan diri yang sangat tinggi dapat dikatakan bahwa mereka telah memiliki indikator – indikator kepercayaan diri pada dirinya dengan taraf yang tinggi pula. 
                    Indikator – indikator tersebut diantaranya paham akan diri sendiri, yakin dapat menyelesaikan tugas dengan baik, berpikir positif dalam menghadapi sesuatu, tidak mudah menyerah, menyelesaikan tugas atau masalah dengan baik, mandiri, berpikir matang atau logis dalam melakukan sesuatu, mampu untuk bertindak sesuai dengan keadaan yang benar, dan memiliki keterbukaan diri dengan orang lain. Selain itu indikator dari keluarga terutama orang tua sangat berpengaruh terhadap kepercayaan diri remaja penyandang tunarungu, karena orang tua telah memberikan perhatian dan dukungan yang diperlukan oleh remaja penyandang tunarungu. 
                   Dengan adanya dukungan sosial dari orang tua yang tinggi akan menumbuhkan kepercayaan diri yang tinggi pula terhadap remaja tunarungu, meskipun remaja tersebut juga menyadari memiliki keadaan fisik yang berbeda dengan remaja normal lainnya yaitu adanya keterbatasan dalam pendengaran. Hal ini disebabkan karena kepercayaan diri yang tinggi yang dimiliki oleh remaja penyandang tunarungu tersebut dapat menentukan penyesuaian diri remaja tunarungu di lingkungan tempat tinggalnya. Selain adanya dukungan sosial yang telah diberikan, faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kepercayaan diri yaitu adanya fasilitas yang diberikan pihak sekolah.
                     Fasilitas yang terus diusahakan dari pihak sekolah untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa yaitu diantaranya dalam bentuk buku, alat musik, fasilitas olahraga, fasilitas belajar, dan les tambahan. Fasilitas tersebut bukanlah merupakan suatu keharusan untuk perkembagan rasa percaya diri, tetapi jika digunakan dengan baik dan tepat bisa memberi dorongan yang kuat karena hal tersebut menyediakan jenis kesempatan yang memajukan perkembangan kemampuan pada remaja penyandang tunarungu untuk mengoptimalkan potensi atau untuk memperbaiki kelemahan yang dimiliki oleh remaja penyandang tunarungu
                                
Gambar 2.2                           
Fasilitas Sekolah Luar Biasa (SLB) B & C Karya Guna 
                                     berupa lapangan untuk olahraga

                     Selain faktor fasilitas tersebut, faktor dukungan dari pihak sekolah juga sangat penting. Bentuk dukungan tersebut yaitu adanya umpan balik yang positif antara guru dan siswa baik siswa tersebut memiliki prestasi yang tinggi maupun rendah. Selain adanya umpan balik tersebut, dorongan untuk menjadi lebih baik juga diberikan oleh pihak sekolah. Dorongan yang diberikan diantaranya dengan mengikut sertakan siswa untuk mengikuti lomba yang lingkupnya juga bagi peserta umum, melatih keterampilan siswa terutama dalam kegiatan ekstrakulikuler. Dengan dorongan yang maksimal yang diberikan oleh pihak sekolah tersebut dapat meningkatkan kepercayaan diri remaja tunarungu
                                               
                     Gambar 2.3                                      
Prestasi anak-anak Sekolah Luar Biasa (SLB) B & C Karya Guna

                     Berdasarkan kunjungan penulis ke Sekolah Luar Biasa (SLB) B & C Karya Guna, Bu Rini menyatakan bahwa sekolah menyediakan tenaga pengajar yang sesuai dengan bidangnya, seperti guru pantomim dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ), guru desain grafis dari sarjana desain, alat dan bahan juga disediakan oleh sekolah untuk meningkatkan kepercayaan diri anak tunarungu. Dukungan dari pemerintah untuk anak tunarungu seperti menyediakan lomba-lomba yang berhasil dimenangi oleh anak tunarungu B & C Karya Guna, seperti juara desain grafis, juara pantomim, dan juara comic strip. 





BAB III

PENUTUP


3.1   Kesimpulan  

        Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar sama sekali. Karakteristik pada anak tunarungu merupakan salah satu ciri yang dapat membedakan anak tunarungu dengan anak normal pada umunya, salah satu karakteristiknya adalah sifat ketergantungan terhadap orang lain, hal ini disebabkan karena anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam mendengar sehingga mereka butuh orang lain yang dapat membantunya untuk lebih mengenal dunia luar.
        Anak-anak tunarungu tersebut diklasifikasikan ke dalam tingkatan yang berbeda sesuai dengan tipe kehilangan pendengaran anak tunarungu. Keterbatasan tersebut tidak menganggu penyesuaian sosial anak tunarungu dengan masyarakat sekitarnya. Mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Dalam pembelajaranpun mereka dapat mengerti apa yang guru jelaskan. Pembelajaran anak tunarungu sama seperti anak normal pada umunya tetapi mereka mempelajarinya secara pelan-pelan dan ditambah dengan didatangkannya guru pantomim dan seni grafis yang dapat meningkatkan kreativitas anak tunarungu tersebut.  
        Dukungan yang sangat anak tunarungu butuhkan adalah dukungan dari orang tua dan orang-orang terdekat yang mempu memberikan dukungan kepada remaja penyandang tunarungu. Dukungan tersebut dapat berupa penerimaan kedua orang 


tua terhadap anak penyandang tunarungu yang dapat meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri anak tunarungu. Dukungan dari sekolah juga diperlukan,  seperti fasilitas-fasilitas di sekolah, dan kegiatan tambahan di sekolah yang dapat memajukan perkembangan kemampuan pada remaja penyandang tunarungu untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh remaja penyandang tunarungu. 

3.2    Saran
        1. Untuk Penulis 
Penulis diharapkan dapat lebih bersyukur dilahirkan dengan kondisi     normal sehingga bisa mendengar dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. lebih semangat belajar dan berprestasi karena mereka yang berkebutuhan khusus saja pantang menyerah dan semangat melawan keterbatasan. Memahami dan menghargai teman-teman berkebutuhan khusus (ABK) dengan tidak memandang rendah mereka yang memilki keterbatasan serta bisa beradaptasi bila bertemu dengan teman atau keluarga yang memiliki kebutuhan khusus. 

       2. Untuk Pembaca 
Pembaca diharapkan dapat lebih mengerti dan memahami orang-orang yang  berkebutuhan khusus (ABK). Pembaca diharapkan dapat lebih bersyukur, giat, dan semangat mengejar prestasi yang lebih baik dibanding mereka yang berkebutuhan khusus. Pembaca juga diharapkan dapat beradaptasi serta memandang mereka sama seperti kita yang hanya memiliki keterbatasan dalam pendengaran. Serta bisa menerima mereka dengan ikhlas di lingkungan sosial, seperti lingkungan sekolah, masyarakat, dan keluarga. 

       3. Untuk peneliti lain
Diharapkan bisa lebih detaildan terjun langsung ketempat anak-anak tunarungu, baik di rumah maupun di sekolah untuk mengetahui emosi, cara beradaptasi, kegiatan belajar mengajar anak-anak berkebutuhan khusus (tunarungu) karena semakin banyak mengetahui tentang anak tunarungu, semakin bijak dan ikhlas menerima mereka dalam lingkungan sosial.  




DAFTAR PUSTAKA 


Bunda, Matahari. 2012. Karakteristik Anak Tunarungu.http://mataharibunda.blogspot.com/2012/10/karakteristik-anak-tunarungudiakses pada Senin, 25 Februari 2019, Pukul 21.21 WIB.

Choirudin, Muchamad. 2015. Penyesuaian Diri : Sebagai Upaya Mencapai Kesejahteraan Jiwa. https://media.neliti.com/media/publications/80590-ID-penyesuaian-diri-sebagai-upaya-mencapai.pdf, diakses pada Rabu, 20 Februari 2019, Pukul 20.15 WIB. 

El-Yazid, Tajallah. 2013. Definisi, Ciri-Ciri, dan Klasifikasi Tunarungu serta Strategi Pendidikan bagi Anak Tunarungu.     https://www.academia.edu/Definisi_Ciriciri_dan_Klasifikasi_Tunarungu_serta_Strategi_Pendidikan_bagi_Anak_Tunarungu, diakses pada Selasa, 22 Januari 2019, Pukul 23.00 WIB. 

Indonesia, Tinda Pendidikan. 2017. Karakteristik Anak Tunarunguhttp://www.tintapendidikanindonesia.com/2017/07/karakteristik-anak-tunarungu, diakses pada Senin, 25 Februari 2019, Pukul 11.55 WIB.

Krisnan. 2018. Pengertian Tunarungu Berdasarkan Pendapat Para Ahli.                      https://meenta.net/7-pengertian-tunarungu-berdasarkan-ahli/, diakses pada Selasa, 22 Januari 2019, Pukul 22.50 WIB. 

Lestari, Dwi Sri. 2016. Penyesuaian Sosial pada Mahasiswa Tuli. http://ejornal.uin-suka.ac.id/pusat/inklusi/article/download/.../1048, diakses pada Selasa, 19 Februari 2019, Pukul 19.45 WIB. 


Rohmaniar, Erizka Ajeng. 2010. Penyesuaian Sosial di Sekolah pada Remaja Penyandang Tunarunguhttp://eprints.umm.ac.id/428/1/PENYESUAIAN_SOSIAL_DI_SEKOLAH_PADA_REMAJA_PENYANDANG_TUNA_RUNGU.pdfdiakses pada Rabu, 20 Februari 2019, Pukul 20.00 WIB. 

Yesika. 2013. Karakteristik Anak Tunarungu.http://yesika-k5113079-plbuns13.blogspot.com/2013/11/karakteristik-anak-tunarungudiakses pada Senin, 25 Februari 2019, Pukul 11.58 WIB. 




LAMPIRAN


                                       

                Coverbuku referensi 1                    Coverbuku referensi 2

            
                                 

                               Gambar 2.1                                           Gambar 2.2     
                  Kafe deaf fingertalk yang                         Fasilitas SLB B & C 
                             didirikan oleh                                     Karya Guna berupa 
                       Dissa Syakina Ahdanisa                      lapangan untuk olahraga 
                                                                       
          
                              

                              Gambar 2.3                                         Gambar 2.4 
                   Prestasi anak tunarungu SLB                   Sekolah Luar Biasa B & C 
                               B & C Karya Guna                                 Karya Guna 
                                       

                        Gambar 2.5                                             Gambar 2.6 
              Wawancara dengan Bu Indah           Wawancara dengan Pak Suwardi
                        (Warga sekitar)                                  (Satpam komplek)

                                               
                            Gambar 2.7                                           Gambar 2.8       
              Wawancara dengan Bu Rini                    Koridor Sekolah Luar Biasa 
            (Guru SLB B & C Karya Guna)                       B & C Karya Guna 

                                      
                       Gambar 2. 9                                            Gambar 2.10
              Kerajinan yang dibuat oleh                        Papan motivasi di SLB                
    siswa-siswi SLB B & C Karya Guna                      B & C Karya Guna 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INVITA 2018

Liburan Semester